Senin, 28 Februari 2011

Catatan harian dalam status FB

Sebenarnya Aku bukanlah orang yg mudah jatuh cinta. Hatiku telah beku semenjak musim tahun lalu ... Namun kekagumanku kepada seseorang tiap detiknya akan menjadi gelombang pengharapan ...
Semusim, tlah kulalui. Tlah kulewati tanpa dirimu . . . Tetapi bayang wajahmu masih tersimpan di hati . . .Sabtu pukul 16:40
huufff untung ada si Lentera Malam. Coba tidak, jalan kakiKa pulang ke rumah . . . Alx tadi aq ke kampus dgn uang 200 rupiah. Mmm hebat mentong, biar sakit kowdong tetapji datang Wlupun cuma sebentarSabtu pukul 14:59 
Hhuuuffff . . . MeLer
kondisi tubuh lagi droup. Mudh2an kembali Fit secepatnya supaya suaraku kembali normal soalnya hri senin kembali ngajar lagi
Suatu hari nanti aq brharap kamu tau mengapa aku selalu menitip luka di setiap harapanmu dan membunuh tiap sajakmu. Itupun saat kau telah bahagia dengan seseorang yg penuh doa dan ketulusan. dan disuatu waktu kau akan mengerti, mengapa aku selalu menitipkan harapan pada sebuah sajak yang memburumu. itupun saat kau menyentuhkan ketulusanmu pada bulir hujan yang membasahiku.

Minggu, 27 Februari 2011

my picture


Andhika Fajar (Koleksi GIPO)








Sebelum Ada Perpisahan


... Sebelum akhirnya kau benar2 pergi dan menghilang dari hadapanku di kota daeng ini. izinkan aq memeLukmu sebagai tambahan satu episode lagi dalam kenangan kita yg mungkin saja akan mnjadi episode yg terakhir untk kenangan Musim di Bulan Mei.
Sayangku, bila kelak kau tlah temukan bahagiamu, kumohon jangan pernah menoleh dan menyapa...ku karna itu bisa membuatku semakin mencintaimu . . .

Jumat, 18 Februari 2011

Senja Di Sela-Sela Ranting

oleh Dhika pada 28 Februari 2010 jam 9:02

“ Maaf bila keputusanku ini akan melukai hatimu.
Aku harus pergi dari hatimu, dan tak bisa lagi
menyayangimu…”

Pengirim;
+6281301021987
01:18:45
19-02-2009

Pengirim pesan ini adalah seorang “ pengecut ” . Dia pergi setelah menggoreskan luka yang sangat dalam. Yah, sangatlah dalam. Dan begitu perih.

Sering kubertanya pada senja disela-sela ranting, “ Mengapa dia datang kalau akhirnya dia akan pergi juga dari hatiku ? “ . Mungkin pertanyaanku itu terlalu egois. Tapi dia lebih egois lagi. Karena mengambil keputusan tanpa memikirkan apa yang akan terjadi kepadaku nanti. Terlebih lagi, dia pergi dari hatiku tak membawa semua kenangan yang pernah ia rajut bersamaku. Tak membawa cinta dan kasihnya yang pernah ia tanam didasar hatiku. Cinta yang sekarang seakan jadi bumerang untuk diriku sendiri.

Betapa jahatnya dia, merampas satu hati ini lalu membuangnya di sudut-sudut malam. Membuangnya untuk diperebutkan kedewi-dewi malam yang lalu melepaskan panahnya tepat di jantungku. Aku terkulai lemah, dan perlahan kutata lagi ritme nafasku.

Entah, lautan yang tak cukup menampung air mataku ataukah kesetiaanku yang tak pernah ada artinya ? Karena aku hanya tak ingin cintanya karang disamudera lepas dan terus terlena dengan kecantikan anjing-anjing kemaksiatan. Berusaha memasung kebodohannya yang berjalan diatas langit-langit penghianatan. Namun sajak-sajak kesetiaan dan ketulusan yang selalu kulantungkan seolah tak pernah cukup untuk mengelabui tiap langkah hitamnya. Dan pasti selalu saja berakhir dengan genangan air mataku.

Ah sudahlah, aku sangat takut mengingat semua itu lagi. Biarkan kisah bersama dewi-dewi malamnya itu terbang bersama abu, bekas pembakaran kekecewaanku. Dan aku akan meminta bantuan angin untuk membawanya pergi, saat bulan purnama menari dengan tarian iblis. sebab aku tak ingin lagi ada air mata duka & luka. Melepas semuanya, meski terasa berat bagiku.

Angin,
bawalah seluruh keping-kepingan cinta ini
Terbang bersama kepakan-kepakan sayapmu
Biar amarah terombang-ambing di langit sana
Karena raga dan jiwa ini terlalu lemah untuk ku timang
Menopang badai dirahim cinta
Apalagi bayang dan suaranya masih menggema dinuraniku
Kalimat-kalimat yang menyeruak dari bibirnya,
Kalimat semu yang slalu ia banggakan
Saat memulai permainan atas nama cinta
Harap berlalu seindah pelangi, biarlah hanya jadi hayalan.

* * *

“ Hari ini terasa sangat beda setelah apa yang terjadi. “
. Kemarin aku dapat menyapanya dengan cahaya cinta dan juga sebaliknya.Dia menyapaku dengan sajak-sajak cintanya. Bermekaran diantara musim, di antara matahari dan rembulan, diantara malam dan diantara mentari yang tak pernah terlambat bersinar.
Namun seiring waktu, cahaya yang kutemui dimatanya kini seolah redup. Bahkan tak lagi kutemui diselangkangan-selangkangan cintanya yang kubalut dengan ketulusan. Dan dia tak lagi mengilhami sisi ruang hatiku.
Dalam mimpi, aku masih sering menyapanya dalam kegelapan. Menaburkan kelopak-kelopak bunga dalam rangkulan imajinasi. Bahkan sampai kuperintahkan malaikat cinta tuk menjaga bayang masa lalu yang masih mengikutiku. Yah, mungkin sekarang aku harus berdamai dengan kenyataan. Kenyataan yang merenggut habis sluruh kisahku. Karena aku tak pernah membayangkan sebelumnya, bahwa harus sampai di sinilah episode tentangku dan dia. Walau ada harap, bahwa semua itu kan berlalu seperti pelangi.

***

“ Aku sangat merindukannya …”

“ Tuhan, seandainya suatu saat aku tak lagi bersua dengannya, apakah aku masih dapat tetap bertahan ? Tuhan, mengapa rindu ini harus hadir ? Pantaskah aku merindukan kekasih hatiku yang sekarang sudah jadi milik orang lain ?

Mengapa jawaban dari pertanyaan itu tak pernah sanggup terucap dari bibirku ? Apakah karna sulitnya menemukan asa dibalik kebencian yang melekat pada bayang masa lalu ? Dan akhirnya bermuara pada kebekuan dan kemunafikan ?

Warna senja tiba-tiba merekah di wajahku dan mulai memenuhi sisi ruang lewat sela-sela jendela. Bersama aroma hujan yang begitu menyengat kalbu, senja itu perlahan menuju peraduannya. Dan beranjaklah malam yang mulai memarerkan kegelapannya pada cakrawala. Tiap hari aku melewati dan menikmati malam dengan bisikan sepi. Dengan harap, angin akan menyampaikan pesanku pada rindu yang tersesat di kenangan masa lalu…

Bahwa “ aku merindukanmu “

Bintang tiba-tiba mengedipkan matanya diantara cahaya rembulan. Seolah menafsirkan kalau rindu yang bersemayam dilubuk hatinya yang terdalam, sama gemuruhnya dengan rinduku. Namun ada yang hidup diantara selangkangan rindu kami. Rindunya terkurung dalam sangkar kemunafikan, sedang rinduku teranyam bersama puing-puing kebencian, karna mempertahankan harga diriku sebagai sosok yang tersakiti.

Berbicara tentang rasa rindu ini, aku teringat pada sebuah lagu tahun 70an yang dinyanyikan oleh Bruery Marantika dan Dewi Yull, yang berjudul “ Rindu Terlarang “


“ Tak perlu engkau tau, rasa rindu ini.
Dan lagi mungkin kini kau telah bahagia.
Namun andai kau dengar syair lagu ini
Jujur saja, aku sangat merindukanmu.
Memang tak pantas menghayal tentang dirimu
Sebab kau tak lagi seperti yang dulu
Kendati berat rasa rinduku padamu
Biarkan kuhadang, rinduku terlarang.
Kupuisikan rindu di hatiku
Kuharap tiada seorang pun tau…”


Saat ini aku sangat menggilai lagu itu. Entah, karena irik dan maknanya yang begitu dalam ataukah lagu ini seperti gambarkan perasaanku.

Sontak aku bertanya lagi, Sekarang mau aku apakan rindu ini ?...



Makassar, 08 April 2009

BUNGA MEKAR DIKOTA PINRANG

oleh Dhika pada 28 Februari 2010 jam 9:13

Dear diary,
Dengan nafas yang teramat sepi,aku menunggu ditelaga penantian.Hanya embun dan udara dingin yang slalu setia menemani sajak-sajak cinta yang tak terjawab.Namun aku mulai merasakan lelah pada jemari yang terus menunggu sambutan telapak tangannya.
Haruskah durjaku terus menari mengitari kulitku yang sudah mulai mengusam?.Apakah tak ada secuil kebahagiaan untukku?.Aku hanya bisa bermimpi dan berharap akan datangnya hati baru.Siapa tahu disuatu masa,aku akan menemukan setitik cinta bersemi tanpa ada tanda tanya lagi.Tapi untuk saat ini,biarlah aku melukis pilu dalam penantian panjangku…
Itulah sepenggal perasaan yang tertuang dalam diary sang gadis pemimpi yang terus berdiri di penantian.Yah,itulah aku.seorang dhika yang hanya bisa bermimpi dan berhayal tanpa pernah merasakan nyatanya cinta.Menunggu cinta tapi tak tau harus sampai kapan?...
“Hey dhika…Melamun lagi?”.Tanya riska yang berkacak pinggang didepanku.
“Hmm kayaknya !”
“Ah sudahlah,daripada kamu mikirin dia terus,mending kita ikut kegiatan Bakti Sosial yang diadakan oleh kampus selasa depan.Kegiatan ini lebih berguna lho!,daripada sekedar menghayalkan sesuatu yang pasti menyia-nyiakan waktumu,gimana?.Mau ikut tidak?”.
Ta…Ta…Tapi…?.(benar juga sih apa yang dikatakan riska).Oke deh! Aku ikut.
* * *
Selasa pagi,aku telah berada didekat bus yang akan mengantarkanku ketempat tujuan Bakti Sosial di Pinrang,Sulawesi Selatan.Barang-barang telah aku masukan kedalam bus dan segera mengambil tempat duduk.Namun sebelum mobil berangkat,terbesiklah dipikiranku untuk.bertemu Fahrie sebelum berangkat.Untuk itu aku mengirim sms atau pesan singkat tang bertulis :
“Fahrie,bisa gak ketemuan sekarang didepan
kampus sebelum aku berangkat kepinrang ?
Blz…”.

Sesekali aku melihat jam, melihat kedalam bus, mencabuti rumput yang ada didekatku sembari membayangkan dia datang memasuki pintu gerbang.
30 menit sudah aku menunggu dalam kegelisahan.Berharap dia datang namun hanya ilusi yang menghampiriku.Bayangan itu seolah membuatku terus menunggu.
Yah,ku yakin dia pasti datang menemuiku.Tuhan,kumohon…
1 jam telah kuhabiskan untuk menunggunya.Dengan perasaan yang berkecamuk,aku melangkahkan kakiku menuju tempat duduk didalam bus.Tak henti kumemandang keluar jendela mobil,berharap dia datang.Namun sampai mobil melaju bayangan itu tak kunjung nyata.
Aku bingung dengan apa yang terjadi hari ini.Fahrie tak datang menemuiku dan sekarang aku berada didalam 1 atap mobil dengan orang-orang yang aku tak kenali sebelumnya.Semua tampak aneh bagiku.Ditempat duduk bagian depan,terlihat sekelompok orang yang sedang bercanda gurau.Membicarakan dan memperdebatkan sesuatu yang tak kuketahui.Mungkin tentang cinta,soal organisasi,atau permasalahan kampus,entalah apakah itu?.Tempat duduk bagian tangah,sibuk dengan curhat-curhatnya.Sedangkan tempat duduk bagian belakang,melantungkan lagu sambil teriak yang tak jelas.Ada juga lho yang asyik dengar headset lalu tertidur.Semua terlihat bahagia.
Namun aku hanya bisa diam memandang mereka.Hanya kertas putih tempatku berbicara.Sesekali aku menoleh keluar jendela.Memandang semua yang terasa indah dan melimpahkan smua pertanyaanku pada hamparan gunung-gunung dan pepohonan hijau.
“Mengapa aku berada ditempat ini dengan suasana yang sperti ini?.Aku merasakan diriku sebagai mahasiswa tanpa identitas yang berada diantara orang-orang yang belum teridentifikasi olehku!”.
Dan aku hanya tertawa sebagai jawaban atas sgala pertanyaan itu…
* * *
Sudah 4 hari aku lalui ditempat ini.Tempat yang sangat terasing,jauh dari keluarga,dan birunya kampus.Rindupun mulai terhempus ditip jejak langkahku dan 1 nama yang slalu terngiang ditelingaku.Meski ku tlah jauh darinya namun suara,tawa,& sgala ocehannya seolah terbingkai dalam memoriku.
Aku terkadang bingung,entah harus aku ke manakan nafas rindu yang slalu teriak dihati ini.Namun sunyinya malam membisikkan baitnya untukku.”Cinta akan menemui muaranya sendiri…”.Dengar kalimat itu,aku seakan terenyah dalam kesunyian malam dan mengundang hasratku untuk teriak dan teriak sekencangnya.
“Kapan?...Kapan?...Sampai kapan aku terkurung dan terbelenggu dalam penantian ini?.Tuhan,sampai kapan…?.Aku mencintai dia…Aku sangat mencintai dia”.Air mata seolah menutupi mulut dan membuat teriakku tak bermakna.
Tuhan…Haruskah setiap detik aku bermimpi merangkul cinta abadi dari setiap melodi-melodi cintanya?. Haruskah setiap malam aku bermimpi bintang menerangi & menemani tidurku dalam kebahagiaan?. Haruskah disetiap detak jantung,aku menarikan hayalan hanya untuk memeluk nafasnya disisiku?.
Tuhan…Aku mencintai dia, kumohon izinkanku sekali saja memiliki dia.Izinkan dia mencintaiku!.
“Kamu egois dhik!”.Suara itu muncul dari belakang,akupun menoleh dan ternyata dia sahabatku Riska.
Ingat dhik,mungkin saja dia punya perasaan terhadap seseorang yang dia cintai seperti kamu yang mencintai dia.Makanya dia tidak bisa merespons perasaanmu.
“Tapi Riska,buat apa aku mencintai dia kalau akhirnya aku tak bisa memiliki dia?”.
“Sebelum itu kujawab, jawab dulu pertanyaanku. Buat apa kita hidup kalau pada akhirnya kita akan mati juga?. Hey…Emang apa yang kamu mau miliki dari dia?. Fisik,harta,raga?. Ambil itu semua, tapi kamu tidak akan pernah memiliki hati dan cintanya.
Dhika,cintai dia dengan ketulusan & keikhlasan hati. Kalau kamu menjalani itu semua kuyakin kamu sudah memiliki hati dan cintanya didalam hatimu tanpa perlu memiliki fisiknya.
Pernyataan itu sontak membekukan nadi-nadiku. 5 menit aku terdiam kaku sampai akhirnya aku sadar bahwa cinta dengan keinginan untuk memiliki itu ternyata beda.
“Ris, sudihkah kamu menghapus air mataku?”.
“Untuk sahabatku,kenapa tidak !”.
* * *
Hari-hari yang aku lewati di Pinrang sungguh sangat indah.Sampai akhirnya aku berbisik pada malam. Bercerita tentang setangkai bunga yang layu kini kembali mekar, setelah setetes air menyirami seluruh tubuhnya.kini ia dapat hidup diantara hamparan cinta yang sangat memabukkan.
Itulah sepenggal cerita dari setangkai bunga yang telah mekar dan bersemi dihari Selasa,13 Mei 2008.Pada pukul 21.08 Wita.
Kini hidup sang bunga akan mulai membuka lembaran baru.Kenangan tak bertitik yang terjadi dimasa lalu akan kubingkai dalam memoriku.Dan menyelami hati baru yang mungkin akan kutemukan setitik cinta bersemi tanpa ada tanda tanya lagi…
“Hmm…Dhika, Ternyata…Ada gunanya juga kita ikut Bakti Sosial. Dan sepertinya kota Pinrang telah menciptakan sebuah cinta yang melebihi indahnya sebuah pelangi’’. kata riska sambil tersenyum menatapku.
“Yah…ghitu deh. Kalau aku dulu nggak ikut… mungkin sekarang aku tak pernah mengenal dan memiliki dia. Semua seperti mimpi yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Bahagia itu seolah menyerangku saat dirinya datang dan memberi makna dalam hidupku. Namanya Sandy, panitia Baksos yang baru saja kukenal tapi dengan cepatnya dia mencuri hatiku.
Sejak bertemu dengannya, ada satu getar yang membidik jantungku hingga kutak berdaya. Cintanya yang terangkul dihatiku, mengalahkan memori lama yang kini dipenuhi debu. Bayangannya seperti pangeran bercerminkan impian nyata yang Perlahan menjanjikan kenyataan pada tongkak keabadian. Dekapannya bagai selimut yang mampu menghangatkanku dikala angin dingin berhembus di ubun-ubunku. Matanya seperti pohon rindang yang mampu membuatku terteduh dalam dekapan cintanya. Jemarinya bagai kapas yang mampu menghaluskan raut wajahku dikala amarahku bertahta diujung durja. Bahunya seperti dinding,tempatku bersandar dan tersandar dikala kuterlelah dengan cerita hayalan. Genggaman tangannya bagai seutas tali yang mampu mengikat erat sluruh tubuhku. Saat kupejamkan mata, aku merasakan dia hadir didalam detak jantungku dan merasakan nafasnya dijiwaku.

* * *
“ Setelah 10 bulan, akhirnya aku terpaksa berdamai dengan kenyataan yang merengguk habis kisah di atas.Dan berakhir dengan air mata dan kenangan tak sempurna. Walaupun begitu, aku bersyukur karna pernah memilikinya walau Cuma sekejab. Setidaknya aku jadi merasakan indahnya dicintai dan mencintai “ .

Untukmu Yang Memandangku Tajam

oleh Dhika pada 28 Februari 2010 jam 9:15
Untukmu
Yang Memandangku Tajam


Kubiarkan tetes hujan kali ini
Aliri lekuk wajahku…
Kuyakin, ia akan mengalir beku
Diantara karang ilusi.

Masih hujan,
Tapi sudihkah kau petik selaksa bintang
Dan meletakkan pada peluh perih jiwaku ?
Jangan takut,
Kupastikan tak ada satu pun daun kering
Di telapak malam menghela nafasmu bisu.
Ataukah kupinta, leburkan saja
Bayangnya bersama ombak yang menari.

Malam ini, kupandang kau melukis namamu
Dengan sebatang sepi,
Dibawah langit berkelambu tirai hitam.

Wahai kekasih hati
Yang memandangku tajam,
Berjubah hitam
Ditengah gelap pesisir pantai tanjung bayam.
Sudihkah kau menulis dan mengeja namaku
Pada pasir di tepi pantai ?
Kalau kau takut ombak menghapusnya, Abaikanlah.


Karena walaupun namaku terhapus,
Yakin, atas nama lautan
Namamu tidak akan pernah terhapus dari hatiku.

Wahai mentari yang tengah tidur
dipangkuan cakrawala…
Esok, ketika kau bangun dari peraduanmu,
Tolong, sampaikan salamku
Pada kekasih yang memandangku tajam tadi malam.


Tanjung bayam, 31 januari 2010

MAKAM CINTA

MAKAM CINTA

oleh Dhika pada 14 Maret 2010 jam 8:43

kumohon,
Jangan seperti senja,
Yang memamerkan warna indahnya
Lalu pamit tanpa menoleh.
Kumohon, jangan seperti matahari.
Menyinariku dengan hangatnya,
tapi selalu jauh, takan pernah bisa kugapai

Kan kusemaikan darahku di secangkir gelas
Kala engkau haus dengan tangisan para perawan
Kan kusajikan jantungku dalam semangkuk kaca
Kala laparnya nafsumu bertahta diatas luka
Yang mengendap di selangkangan musim

Kan kuikatkan mataku dengan sautas urat nadi dilenganku
Agar tak ku lihat pangeran putih mencumbui malam
Diatas dahan kering yang menangis

Tuhan, kumohon sembunyikan cinta ini
Di pori-pori sang waktu
Hingga saat ku terapung dibelantara duka
Dan berbisik pada beribu cahaya diatas sana
Kumohon, kuburlah aku diliang terdalam
Dan ukirlah nisanku dengan puisi cintamu
Dan namai makam…
“makam cinta”

Percakapan 6 Lelaki

Percakapan 6 Lelaki

oleh Dhika pada 14 Maret 2010 jam 9:08


Asap rokok seperti kabut yang mengelilingiku,saat kuberada dalam satu ruangan dengan 6 lelaki yang smuanya pecandu rokok.Mereka adalah teman-teman pacarku,sekaligus kakak seniorku diperguruan tinggi.
Karena aku seorang perempuan yang kadang tak sepaham dengan mereka,maka tak ada yang dapat aku lakukan ditempat itu selain diam,mendengar,dan menyimak tiap kata yang terlontar dari mulut 6 pemuda itu.Sekaligus aku ingin mengetahui apa saja yang diperbincangkan jika antar lelaki berkumpul seperti ini.
Sembari ngobrol dengan kekasihku,telingaku yang 1 mendengar percakapan mereka.
Lelaki 1 mengatakan : “ Lagu itu seperti perempuan,diciptakan hanya untuk dinikmati
dan dicicipi sepuas hati “.ucapannya sambil mengetik tugas kuliah
di komputer
Lelaki 2 mengatakan : “ ah,betulko deh! Masa perempuan untuk dicicipi? “.
Lelaki 1 mengatakan : “ Iyo memang,perempuan bukan untuk dimiliki tapi untuk dcicipi “.
Lelaki 3 mengatakan : “ iyo nah,benarki tawwa kata-katanya,kalau perempuan itu untuk
dicicipi “.
Lelaki 4 mengatakan : “ Janganko tawwa bicara begitu deh,kalau ada perempuan
disini “.sambil tersenyum…
Lelaki 5 mengatakan : “ Dan perempuan itu paling suka dibohongi.Di bohongimi satu
kali,deh…langsungmi luluh hatinya “.
Lelaki 6 sekaligus pacarku hanya mendengar pembicaraan mereka sambil tertawa
menatapku.
Aku tak tahu, apa pembicaraan mereka hanya untuk menyindirku ataukah
memang begitu kenyataan bagi seorang lelaki.Yang jelas,bagi yang menganggap perempuan
hanya untuk dicicipi, dan dinikmati,maka akan kupersembahkan segumpal ludah untuk mereka.

Lelaki 2 : “ Kasih tauka dule,Kira-kira apa yang bisa kasih sejuk hatiku ! “
Lelaki 4 : “ Oh kalau yang itu,ini obatnya “.jawabnya sambil membuka data yang tersimpan
Di komputer.Aku kemudian menengok…Astagafirullahul azim.Ternyata mereka
memutar film porno.
Tanpa berlama-lama lagi,aku dan pacarku kemudian meninggalkan tempat itu.entah apa yang terjadi,aku merasa seperti baru saja masuk dalam kandang serigala.

Makassar,18 januari 2009

puisi Terakhir "untukmu yang memandangku tajam"

puisi Terakhir "untukmu yang memandangku tajam"

oleh Dhika pada 30 Maret 2010 jam 5:25
Percik air diatas bebatuan kering,
Mengapa slalu saja gerimis
yang menikmati dukaku ?

Ilalang kedinginan ditaman semu,
Mengapa slalu saja gerimis
yang jatuh bersama air mataku ?

Senja di balik tirai kelabu,
Mengapa harus gerimis lagi
yang menyaksikan kekalahanku ?

kemarin,
Aku menyapa hatimu tepat disaat gerimis
berjatuhan ditepi pantai tanjung bayang
Hari ini,
gerimis lagi yang mmbunuh juangku

tersadar dalam kerapuhan,
kau hanya secarik sketsa bayangan
yang sempat singgah beberapa menit
lau menitip harapan yang kini telah jadi debu
diantara gerimis sore

Aromanya seakan begitu indah tersenyum
tapi ternyata kau hanya ilusi di episode kali ini
kusudahi semua,
"Aku Tak Ingin Lagi Mengenal Cinta".

Multimedia, 27 Maret 2010

SAHABAT

SAHABAT

oleh Dhika pada 03 April 2010 jam 8:16
Perjalanan kita bagai percik air
dimuara yang penuh riak tawa
Tiap langkah yang teranyam
Musnahkan sepi bersama angin lalu

Pernah, kata berucap dari bibir kita
Menggores duka dalam, hingga diantara kitapun
Meneteskan embun dari mata
Yang menyamai senja

Sahabat, bila kupernah menancapkan duri
Hingga murkamu bertahta
Maka biarkan perih itu terbang
Bersama kepakan sayap-sayap maaf dari hati

Kobaran rasa sayang kita begitu manis
Merentang dan berlarian
Mendekati sajak-sajak yang tlah menyatu
dalam nafas

Bagiku,
kau seperti mutiara yang terukir indah


Sahabat,
Jangan benci aku
Bila kemarin aku buatmu menangis

Keranda Tua

Keranda Tua

oleh Dhika  pada 22 Mei 2010 jam 7:04


Embun pagi ini akan jadi air mata…

Tua renta yang dulu kuat
Kini tlah tercabik usia
Pemuda yang dulu bugar
Kini tlah terjilat waktu

Jangan tanyakan
mengapa jiwa-jiwa pergi dan tak bisa dihantikan ?

jangan tanyakan,
mengapa senyumnya hilang
saat mentari menyapa lautan

jangan tanyakan,
mengapa sekarang auranya kosong
di belantara kehidupan

jika kau menemui orang-orang disekitarnya
bergaun hitam
jangan tanyakan mengapa mutiara putih
jatuh satu persatu dikelopak mata
yang kini tak bening
akan tetapi pudar

nenek,
sekarang engkau tak lagi belai rambutku
Cium jidat dan pipiku seperti kemarin
peluk hangatmu tak lagi dapat ku rasakan
Nek, meski kau diam di keranda tua ini tanpa nafas
Meski tubuh dinginmu enggan bercerita
Tentang hidup…

Namun tawa dan senyummu di masa lalu
Tlah jadi pengobat dukaku
Yang siap mengantarmu ke pusara terindah

Nek, selamat jalan…
Semoga tuhan mempertemukan kita lagi
Di kehidupan mendatang


Makassar, 13 Mei 2010

Carilah Aku di Sana

Carilah Aku di Sana

oleh Dhika pada 22 Mei 2010 jam 7:06


Jika esok kau mencariku,

Jangan cari aku ketika mentari bersenggama
Dengan cahayanya
Jangan cari aku ketika matahari
Bersolek merajai bumi nurani
Jangan cari aku ketika senja
Berlalu keperaduan
Jangan cari aku ketika malam berpesta
Dengan kelam
Jangan cari aku ketika nyanyian rindu terdengar
Di sepanjang ngrai hingga di lembah cinta


Jangan cari aku diantara tarian embun pagi
Yang sejuknya membisu
Jangan cari aku diantara awan yang bergelombang
Jangan cari aku diantara ribuan bintang
Yang tersipu dihadapan bulannya
Jangan cari aku diantara lampu-lampu
temaram ibu kota
jangan cari aku diantara putik-putik
edleways yang mekar ditepi tebing

jangan cari aku diselangkangan karang lautan
yang di hempas ombak
jangan cari aku di balik rerimbunan
semak belukar kehidupan
jangan cari aku di tiap hembusan nafasmu,
detak jantung, ataupun dikelopak matamu…

tapi carilah aku diantara pohon kamboja
yang bungannya berguguran ke tanah
disitu kau akan temui
satu nisan tanpa nama…

yah, carilah aku di sana…

Makassar, 16 Mei 2010



KADO PENANTIAN

KADO PENANTIAN

oleh Dhika pada 28 Juli 2010 jam 16:15


Hari ini genap 22 tahun usiaku
Mungkin ada kado terindah untukku
Sebagai orang yang mencintainya

Dia beriku angan-angan untuk kado
yang terbungkus rapi itu
kado yang tlah lama kutunggu
sejak 6 bulan yang lalu

yah, seperti janjinya 6 bulan yang lalu
bahwa dia akan datang
dan menarikku kedalam genggamannya

aku pun setia menunggu, setia …
meski kadang air mata telah lelah tuk terurai
meski keyakinanaku kadang terombang-ambing
bersama senyum manisnya pada bidadari-bidadari
walau syair-syair cinta yang dia nyanyikan
tak diperuntukkan untukku

aku tetap setia
setia menunggunya.
Menunggu janji yang dia ucapkan
Di antara taman cinta
Dibawah lampu temaram

Bahagiaku mulai meninggi
Rasaku sejuta telah kulebur bersama bayangnya
Tatapan matanya tak jua sirnakan harapan

Di tengah malam,
Di pesisir pantai Tanjung Bayang
Yang disaksikan bulan, bintang, ombak, karang
Dan angin adalah dinginku
Dia membawa kado
yang sekian lama kunanti

BERSAMA KEKASIHNYA,
DIA LANGSUNG MENANCAPKAN ANAK PANAH DI JANTUNGKU …

Kini harapan itu berceceran seperti darah segar
yang baru saja di sembelih oleh penghianatan
Kau dan sahabatku

Terimakasih atas kado terpahitmu …


Tanjung Bayang, 20 Mei 2010

PUISI UNTUK EGY

PUISI UNTUK EGY

oleh Dhika pada 01 September 2010 jam 15:38
Kutidurkan ia di ayunan malam
Dengan royong NINA BOBO’
Mungkin sekarang ia tengah bermimpi
bersama kedipnya bintang di taman bulan…
Malaikat kecilku,
Sungguh aku tak bosan memandangimu…
Hadirmu adalah air ketuban
Yang pecah dipembaringan senja…
Tangismu adalah sajak-sajak cinta
Yang menghantarkan karunia ilahi
Sampai pada pucuk kebahagiaan seluruh bunga…
Tubuh mungilmu laksana bayu
yang menmbelai jiwa yang suci…
Air susu ibundamu adaah mata air kasih sayang
Yang mengalir di sungai dalam darahmu…
Bocah manja yang hanya ingin tidur dalam pelukan.
Malaikat kecilku,
Kutitip kecupan di keningmu.
Dengan harap, kelak kau akan mengenal cinta dan SURGA yg ada di telapak kaki Ibu…

Penantian di Pesisir Pantai

Penantian di Pesisir Pantai ((((Karya : Andhika Fajar)))

oleh Dhika  pada 01 November 2010 jam 17:00
“Kak, di mesjid lagi azan magrib nih ! berdoa yuk ?” tanya ulfa yang selalu jadi pendengar dari  smua keluh kesahku. Salah satu Juniorku di kampus. Berdoa setiap mendengar azan merupakan kebiasaan konyol kami berdua. Kami selau berpikir kalau tiba waktunya sholat, malaikat pasti mondar-mandir. Siapa tau malaikat lewat pada saat kita berdoa dan bisa mengaburkan doa kita. Harus di akui sih ini agak kekanak-kanakan dan merupakan suatu kekonyolan, tapi apa ruginya kalau kita berdoa.

            Bersamaan dengan azan di mesjid, aku dan Ulfa pun memejamkan mata lalu berdoa di dalam hati masing-masing.

“Tuhan, jika Engkau mengizinkan, aku ingin malam ini dia ada di sampingku sebelum orang rumah datang menjemputku. Berbincang-bincang dengannya untuk pertama kali. Karena kami hanya sering bertatap mata tapi tak pernah saling menyapa. Ku mohon tuhan, Amin…”. Ucapku dalam hati yang pada saat itu aku dan Ulfa lagi duduk-duduk santai di depan perpustakaan kampus.

            10 Menit kemudian, dari kejauhan datanglah dari belakang sosok kekasih hati yang aku maksud. Namanya Lembayung, anak ekonomi semester 6. Ia berjalan mendekati kami dan duduk di samping Ulfa. Entah kenapa, detak jantung ini tiba-tiba berdetak begitu kencang. Aku hanya diam sambil mengendalikan perasaan yang berkecamuk ini. Ingin menyapa tapi rasanya begitu sulit bibir tuk berucap. Ia hanya ngobrol dengan Ulfa.

            Tidak lama kemudian, Ulfa mendapat telpon dari rumahnya dan segera pamit untuk pulang. Meski sempat aku menahannya tapi ia tetap mau pulang. Ia hanya berpesan pada lelaki berambut agak gondrong yang ada disampingku itu,

 “bisa tidak aku minta tolong tuk temani k’hika sampai penjemputnya datang ? aku ada urusan penting di luar.”… Pinta Ulfa yang sudah berada di atas motornya.

            Lembayung hanya menganggukkan kepalanya, tanda setuju. Setelah Ulfa pergi, 2 menit sunyi singgah diantara kita. Aku tak tahu harus bicara apa dengan lelaki yang hoby bermain Harmonika itu.  Tapi baru saja aku ingin bersuara, dia sudah mendahuluiku. Meski kadang Tanya dan jawabku terdengar gugup tapi aku berusaha atasi. Karena dari dulu aku selalu gugup kalau ada seorang kaum hawa, lelaki, pemuda, ataupun pria di dekatku. Entahlah, kuharap ini bukan penyakit ataupun tauma.
Tidak kusangka kalau aku bisa ngombrol dengannya begitu lama dan kami pun mulai akrab. Serasa tak ingin malam ini cepat berlalu, aku masih ingin di sampingnya. Sebelum penjemputku datang jam 9 malam, ada kalimat yang sempat ia ucapkan padaku malam itu. Katanya, “tidak kusangka kalau ternyata kamu cerewet, penilaianku slama ini kalau kamu itu orangnya  pendiam. Makanya aku selalu takut tuk menyapamu”.

            Tiba di rumah, kurebahkan tubuhku pada kasur empuk di kamar. Memejamkan mata dan membayangkan tatapan matanya saat berbicara, suaranya yang khas masih menggema di telingaku, dan sontak aku teringat pada doaku saat azan magrib tadi.

                                                                        ***
            Sembari istirahat di kamar, aku main Facebook di Internet. Aku ngombol-ngobrol dengan Seniorku di kampus Unismuh namanya kak Black. Aku juga pernah curhat ke dia tentang Lembayung.

“masikah hatimu berselimut mendung, wahai kekasih?”. Tanya lelaki yang hitam, kurus, dan beramput kriting.
“masih, tapi tak semendung yg dulu. Ia sudah mulai memberiku cahaya walau terkadang redup di mataku. Apa lebih baik jika kupendam saja ? karna kurasa sangat sulit. Tapi mudah-mudahan, ia masih mencoba tuk berikan cahaya yang lebih terang lagi.” jawabku
“ha... di balik gelap ada terang yang menanti dinda, maka untuk menikmati cahaya haruslah kita menaklukkan gelap.”
“bagaimana mungkin aku menaklukan gelap ? sedang yang ku punya hanya segaris senyum ? tak ada yg lain”.
“segaris senyum dapat menakklukan dunia. Kau tak perlu angkat senjata untuk membuat dunia hancur tapi cukup dengan sekali senyum saja. Maaf, saya tidak melebihkan. Cuma saya pecinta senyum.”
“ohh,,, okey. aku tidak akan pernah berhenti tuk tersenyum.”
“begitu, jangan ragu untuk tersenyum, dan senyummu adalah senjatamu. ? Tapi mengapa kau tak pernah ingin menengok hatiku?.”
“aku ingin slalu menengok hatimu dan memasuki tiap ruang didalamnya... Itu kalau seandainya kita dipertemukan jauh sebelum saya menancapkan hatiku pada seseorang.”
“ha.. penambatan hati adalah salah satu bentuk penghambaan terhadap seorang yang kita cinta, padahal cinta yang sesungguhnya adalah cinta yang membebaskan.”
“jujur, Aku juga mencintaimu. Bukankah kita sebagai manusia harus saling mencintai ? Aku mencintai kepribadianmu.”
“cukup itu membuatku tambah mencintaimu, cinta adalah sesuatu yang suci maka mari kita merawatnya bersama-sama.”

***

Selesai kuliah aku menepi pada sudut kampus. Duduk sendiri sambil mencari kerinduanku yang belum jua kutemukan. Sudah 3 hari aku tak bertemu lembayung. Tuhan, Dimana aku bisa menemukan sosoknya ?
Terdengarlah  azan azhar. Aku kemudian memejamkan mata dan berdoa “Tuhan, Melihatnya saja itu sudah cukup buatku. Adakah obat penawar dari rindu ini ? sudah 3 hari aku tak melihatnya”. Ketika kubuka perlahan mataku, orang pertama yang kulihat adalah sosok Lembayung. Benar-benar kuasa tuhan, sungguh menakjubkan. Aku melihat dari kejauhan lembayung sedang menyebrang jalan, entah mau kemana.

“Thanks God”…

* * *

Pernahkah kau mendengar cerita tentang seorang perempuan yang berdiri di tepi pelabuhan menunggu kekasihnya datang berlayar ? pernahkah kau melihat seorang ibu-ibu tua yang menunggu suaminya datang mencari ikan di laut ?  atau pernahkah kau menyaksikan seekor merpati betina yang sedang menanti pasangannya tiba di hadapnya ? melihat tanah kering, tandus, dan retak-retak, yang menunggu air dari langit ? meski itu hanya air mata langit.

            Aku seperti ada diantara rentetan kisah itu.

            Di pesisir pantai ini, sebuah penantian telah kutancap bagai tangkai yang berharap tuk dapat tumbuh dan bersemi. Ratusan senja telah kulalui. Ratusan malam pun kulewati dengan memandang mimpi-mimpi yang meranggas pada pucuk cahaya sore. Warna yang jatuh sinari tubuhku. Warna jingga melukis kulitku yang makin merona. Aku kira sinar ini akan membakarku sampai kedasar hati, tapi ternyata warna inilah yang justru temani sepiku yang mengendap selama penantian.

            Aku sedang menanti kekasih yang telah berjanji untuk datang menemuiku. Membawa seberkas jawaban cinta seperti janjinya di taman tempo hari.


            Hari ini genap 22 tahun usiaku…
            Aku yakin hari ini dia akan datang dan membawa kado terindah untukku. Bukan karena aku kepedean, tapi dia beriku angan-angan & keyakinan atas kado yang terbungkus rapi. Kado penantian yang telah lama kutunggu sejak 6 bulan yang lalu. Yah, seperti janjinya bahwa ia akan datang menggenggam tanganku dan menarikku kedalam hatinya.

            Aku setia menunggunya, setia …

            Meski kadang air mataku tlah lelah tuk menunggu. Meski keyakinanku kadang terombang-ambing bersama senyum manisnnya pada bidadari-bidadari cantik di jalan. Walau syair-syair cinta yang dia lantungkan tak diperuntukkan untukku, aku pun tetap setia menunggunya. Bahkan, aku menutup mata dan hatiku untuk orang lain.

            Aku yakin dia akan datang. Kalau perlu aku akan menunggu sampai seribu tahun lamanya. Karena aku yakin dia akan datang menepati janjinya. Janji yang ia ucapkan di bawah lampu temaram. Janji yang telah ia umbar pada daun-daun  malam, pada bayangan rembulan di tepi jalan, pada mentari yang tersipu malu pada embun.

            Bahagiaku mulai meninggi karenanya. Rasaku sejuta telah kulebur bersama bayangnya. Tatapan mata dan senyumnya tak jua sirnakan harapan yang baru saja belajar tuk terbang tinggi, menggapai cinta sejati di ujung langit.

            Malam itu di tepi tanjung bayang, di saksikan oleh bulan, bintang, ombak, karang dilautan dan angin adalah dinginku. Dia datang bersama kekasihnya lalu menancapkan anak panah di jantungku. Anak panah yang tak pernah terlintas olehku… terlebih lagi, kekasihnya itu adalah sahabatku yang dengan mudahnya meruntuhkan dinding kecil dihatiku, mengirimkan hujan di mataku yang pasti akan membasahi harapanku.

Begitu perih rasanya, perih …

“Apakah itu kado terindah yang kau janjikan selama ini ?”

Harapan itu kini berceceran seperti darah segar yang baru saja di sembelih dengan janji-janji  kepalsuan. Meruak bagai lahar panas yang dipenuhi kekecewaan dan penghianatan.

Aku tahu “Cinta tak selamanya harus memiliki“. Tapi haruskah kau menyiksaku seperti ini ? memberikan harapan kosong, janji-janji palsu, lantas menenggelamkan aku dalam perasaan yang tiada bertepi ? Aku ingin bertanya padamu, apa kau kira enak rasanya menunggu ? slama ini aku menunggumu dengan penuh kesabaran. Meski segalanya tak tentu pasti tapi aku tetap menunggumu. Karna kau telah berjanji akan datang menggenggam tanganku.

Jika esok aku tak mampu memarahimu atau menangih janji itu, aku hanya ingin kau tau bahwa “Aku bahagia atas getar hati yang pernah kurasakan dulu saat kau di dekatku”…

* * *

“Hujan sore ini indah… ada pelangi, petir juga hadir.” Ucapan terakhir Lembayung  padaku.


Makassar, 20 Mei – 23 Sept 2010



Di tengah kerinduan terdampar

di tengah kerinduan terdampar

oleh Dhika pada 10 Desember 2010 jam 9:08
14:25

kankah hari ini akan hujan?



14:34

menurutmu ?



14:34

aku tak tahu karena mendung hanya melamun pada awan..



14:37

sangat susah menebak smuanya. meskpun awan kelam sekalipun



14:39

ya, selalu berada pada kelamuran. tetapi selalu juga ada kerinduan..



14:41

bgitulah. jika matahari setia, yg Qt inginkn adalah rinai hujan. dan ktika Butirn hujan tak letih tuk mneteskn air matanya maka Qt merindukn cahaya matahari....



14:44
ya,
kadang aku basah pada matahari, dan kadang aku gerah pada hujan. tetapi rinduku selalu basah pada gerahnya hujan..

Musim Dibulan Mei

Musim Dibulan Mei

oleh Dhika pada 06 Februari 2011 jam 14:44
Ada suatu malam,
Kau akan mimpikan air mataku
Jatuh diatas nisan yang tak bernama.
Kemudian akan tumbuh tunas
Lalu menjadi pohon yang menaungi sebuah rumah
Rumah yang dulu kau sembunyikan kuncinya
Sebelum salam terakhir kau titip untukku …

Dan suatu malam,
Mungkin kau akan melihat air mataku memerah
Semerah darah yang bergelombang di sebuah pelaminan.
Tepat saat kau serahkan maharmu pada musim yang basah …
Saat gaun pengantin kau kenakan pada perempuanmu …
Saat cincin kau lilitkan di jemari kasihmu …

Saat itu pula,
Mungkin aku akan menolak malam.
Bahkan, aku takkan menuju pada sebuah malam
Yang berpesta.
Kasihku, aku akan tetap disini bersama senja
Di sebuah musim yang hampa
Kelam tanpa setitik cahaya cinta

Sayangku, kau telah di guyur hujan di musim ini
Dan aku telah basah
Bahkan aku kedinginan
Sangat kedinginan …
Kulitku memucat, cintaku karat, rinduku mengerat …
Aku sungguh tak berdaya di musim ini

Lelakiku, adakah selaksa harapan
kembali pada pucuk kebahagiaan sampai kita mengering ?
Cinta, saat musim di bulan mei hanya sampai pada catatan harian kita
Kuharap seminya waktu itu masih kurasa dalam kerinduan.
Atau bila cinta di musim ini lebih kuat dari pada kematian,
Tolong, sisakan satu bait saja puisimu untukku
Yang akan kau bacakan kelak di hadapan makamku.


Makassar, 01 januari 2011