Sabtu, 11 Juni 2011

Melodi Cinta Violin

Melodi Cinta Violin

PART 2



            Aku kemudian meninggalkan tempat itu dan segera mencari tempat yang sunyi. Karena air mataku sudah ingin mengalir deras. Hatiku saat itu tak lagi sebening biasanya. Begitu sakit dan kekecewaanku seolah merajai. Andaikan aku punya biola sendiri aku tak mungkin meminjam seperti ini. Dan andaikan aku punya uang, aku ingin skali beli biola. aku hanya ingin mewujudkan separuh dari satu mimpi sejak kecil tentang “Biola”. Apa mungkin aku bisa sukses menjadi seorang Biolis hanya dengan pinjam biola sana-sini ? jujur, dalam hati aku kadang iri dengan orang yang memegang dan memainkan biolanya, di hatiku seolah-olah terdapat rasa yang begitu sulit kutafsirkan. Ingin skali… tapi mengapa begitu sulit mewujudkan mimpi itu. Aku hanya ingin belajar dan terus belajar sampai mimpiku terwujud.

                                                                                                * * *

            Mudah-mudahan malam ini semuanya berjalan dengan lancar. Meski aku sempat mendapatkan masalah yang lumayan menguras air mata dan sangat menguji mentalku, tapi aku tetap terus semangat dan bejuang demi mewujudkan mimpi-mimpiku. Walaupun hanya berawal dari panggung kecil dan sorot lampu yang tidak secerah rembulan.

            Langkahku kemudian menuju kesebuah panggung kecil yang berada tepat didepan penonton. Belum sampai pada biola yang berada diatas kursi panggung, langkahku tiba-tiba terhenti pas saat kakiku menginjak panggung. Mataku sejenak terpejam. Tiba-tiba kulihat diriku dalam kegelapan yang sedang memainkan biola. Hanya ada aku dan ruang kosong yang sangat gelap.

Tepukan penonton membuyarkan sgalanya dan seolah-olah mereka baru saja memberiku semangat. Air mataku tiba-tiba menetes pada badan biola yang tengah kugenggam dalam pelukan. Yah, aku harus buktikan pada semua orang kalau aku juga bisa. Walaupun hanya meminjam biola orang-orang.

Kupejamkan mata dan aku pun mulai mengesek senar biola dan memainkannya dengan penuh perasaan. Saat itu sungguh kurasakan jiwaku benar-benar menyatu pada suara biola yang tengah kualunkan.

Tepukan penonton menghampiri akhir dari pementasanku. Aku kemudian berlari menuju belakang panggung. Manangis di balik dinding-dinding panggung. Di sana aku memeluk erat biola itu. Biola milik IPASS yang sering kali kupakai tiap aku mentas.

“Trimakasih atas smuanya… Trimakasih atas kesetianmu…akankah masih ada hari esok dimana aku masih denganmu diatas panggung ? tolong temani aku meraih mimpi-mimpiku.” Tanyaku dengan memandang biola itu.

Akankah sebuah mimpi dapat mengalahkan sgalanya ? aku masih belum tahu.

            Semenjak konflik antara aku dan pacar Karin, sudah 3 bulan pula aku tak pernah menyentuh biola IPASS. Aku hanya bisa memandangnya dari jauh. Jujur, aku sangat rindu pada biola itu. Tangis kecil adalah butiran kerinduanku yang jatuh pada daun kering dan bersembunyi pada seribu mimpi.

                                                                                          * * *

Handphone yang terletak diatas tempat tidur kamarku tiba-tiba berbunyi. Bergegas kuterima telpon dari nomor baru itu. Semula aku kaget “lho kenapa bisa ?”. namanya recky, Mahasiswa Universitas Negri Makassar ( UNM ) jurusan Seni Musik dan ia sangat menguasai alat music Violin/Biola. Kami bertemu beberapa kali setiap ada pementasan-pementasan yang diadakan PSK alias Pekerja Seni Kampus. Pertemuan kami biasa-biasa saja. Satu kali pun aku tak pernah ngobrol bareng. Hanya sebatas kenal muka.
Semula sih bicaranya hanya basa-basi. Lama kelamaan dia mengungkapkan perasaannya yang slama ini terpendam. Ternyata ia slalu memperhatikan aku dari jauh.

            “kenapa bisa kamu jatuh cinta sama aku ? akukan gak cantik” Tanyaku ketika telah mengungkapkan perasaannya.

            “Aku jatuh cinta karena diam dan kesabaranmu yang tak seperti perempuan pada umumnya. Entah mengapa aku merasakan ada kelembutan didalam dirimu. Aku ingin kamu jadi pacarku. Please…”. Jawabnya dan pintanya yang membuat aku tambah terperangah dan wwaaawwwuu…

            Sejak kecil aku tidak tegaan dan cepat kasihan sama seseorang. Tapi dengan penuh keberanian aku menolaknya dengan alasan yang jujur pula. “Maaf, aku tak bisa. Aku masih mencintai mantan kekasihku dan aku belum sepenuhnya melupakan dia. Dan aku tak mungkin jalan denganmu tanpa cinta”

            Meski aku sudah menolaknya tapi ia bersih keras menginginkan aku jadi pacarnya. Ia berusaha yakinin aku dengan beribu kata-katanya. Ia janji mau membawa aku untuk diperkenalkan ke orang tuanya, ia akan setia, dan serius menjalani hubungan. Bahkan ia bilang setelah lulus kuliah, ia akan datang melamarku. Tapi aku tidak segampang itu terpancing. Lidah manusia tak ada yang bertulang. Tak sepenuhnya bisa dipercaya.

            Dia semakin dan semakin berusaha menyakinkan aku akan dirinya yang benar-benar serius. Setelah kutolak lagi, dia memberiku waktu untuk berpikir kembali dengan harapan yang sangat besar tuk menerimanya. Aku setuju atas pemberian waktu itu. Aku perlu memikirkan banyak hal karena ini menyangkut masa depan yang suatu saat pasti kuhadapi.

            Sebelum ia mematikan telponnya, ada lagi satu janji yang tawarkan. Katanya, “kalau kita sudah resmi pacaran, aku janji akan mengajarimu baca not-not alat musik Biola. Aku akan menjadikanmu pemain biola wanita yang hebat. Terus aku akan ajak kamu mentas keluar kota sama anak-anak Seni Musik UNM.”

???

                                                                                          * * *


                                                                                                                                       Makassar, 23 September 2010 


Nb :     Setelah di tulisnya cerpen ini, violin tak kunjung memberi Lucky  jawaban. Ia lebih memilih lari dari masalah dengan mengganti nomor handphonenya, ketimbang ia harus memilih antara 2 hal yang sangat sulit. Impiannya menjadi seorang Biolis dengan menanam kebohonagn ataukah jalan tanpa cinta …