Kamis, 08 September 2011

DIA TAK HILANG, TAPI DISEMBUNYIKAN EGO


Sahabat,
Bila esok aku atau salah satu diantara kita tlah di panggil tuhan
Apa kita masih mampu menahan air mata keegoisan
yang gengsi berucap maaf ?
apa kenangan yang selama 4 tahun harus terbuang
dan menjadi sampah dari sebuah ego ?
                                                                               
ada yang hilang…
yah, ada yang hilang
saat keegoan menyentuh kehidupan kita

tawa itu hilang
canda itu hilang
kekompakan itu hilang
cinta dan rindu itu pun ikut menghilang
semua menghilang dari tiap detak jantung kita

kemana perginya ? …
apakah baru saja ada angin topan
yang bertamu di antara kita ?
ataukah ada maling yang memasuki rumah kita
lalu merampas kenangan kita ?
atau mungkin ia telah di terbangkan sang bidadari ?
haruskah … ?

teman, kemana akan kucari semua itu ? kemana ? ...
maukah kau menemaniku mencarinya ?
“persahabatan”
Yah, arti persahatan kini hampir tak bermakna lagi
“EGO”
Yah, ego merebut canda tawa kita
Ego yang menyiksa cinta dan rindu kita
Ego merampas semua kekompakan kita

Kini aku hanya bisa memandang potret dulu
Ketika dengan lugu kita saling berkenalan
Lalu janjian tuk mengerjakan tugas kuliah
beranjak pulang dengan senyummu seusai kuliah
ketika aku dan kau bercengkrama dengan nuansa damai.

Masih ingatkah kau saat kita makan sepiring ?
Dengan lauk yang apa adanya Kamu berkata
“sederhana tapi terasa begitu nikmat”

Masih ingatkah kau saat kita ke tanjung bayang ?
Bermain pasir dengan desiran ombak…
Masih ingatkah kau ketika kita sama-sama menikmati
Dinginnya embun MALINO ?

Ohw, tuhan …
Kemana perginya kenangan itu ?
Kemana perginya persahabatan itu ?
Kumohon, jangan biarkan EGO membawanya terbang menuju langit
Lalu jatuh ke jurang dendam yang terdalam…
Jangan biarkan sepi & sunyi mewarnai bingkai
Disaat akhir-akhir kebersamaan kami di kampus biru.
Jangan biarkan tuhan…

Aku dan mereka tak pernah saling meminta tuk di pertemukan
Dan juga sebaliknya, tak pernah meminta tuk di pisahkan.
Apa lagi dengan ending yang muram, buram, suram…

Satu kalimat terindah yang ingin kusampaikan padamu
“sahabat, maaf jika aku pernah buatmu menangis”



Makassar, 16 Juni  2011


1 kata yang dapat mengembalikan persahatan yang 4 tahun telah kita jalani. yaitu MAAF

Maaf, Aku Mengukir Namamu


             “Ku tunggu kedatanganmu di patung bambu runcing”. Yah, seperti itulah pesan singkat di ponselku yang aku kirim ke salah satu kontak ponselku. Ia tengah melaksanakan KKN (kuliah kerja nyata) di Pangkep, salah satu kota di Sulawesi Selatan yang terkenal dengan ikan bolu/bandengnya.
Aku berada di Pangkep kebetulan punya jadwal melatih TARI anak SMA Perawatan Pangkep. Karena posko tempat KKNnya berada tidak jauh dari lokasi tempatku melatih, aku menyempatkan tuk janjian bertemu di Patung Bambu Runcing yang sangat terkenal di kota Pangkep.
              Di samping patung itu, ada sebuah danau yang begitu indah dan bersih. Di sana aku duduk menunggunya sehabis melatih. Hampir di sepanjang danau terdapat banyak gerobak jajanan kuliner khas Pangkep. Sangat cocok di singgahi buat para penongkrong. Rencana aku akan mengajaknya menikmati coto pangkep di tepi danau.
           Tapi …
           Tapi sudah satu jam aku menunggunya. 6 SMS yang aku kirim ke ponselnya. Dan harusnya sekarang ia sudah sampai karena lokasi KKN-nya dekat dari sini. Telponku juga nggak di terima. Ah, mungkin ia sudah di jalan. Mmm … aku akan menunggunya setengah jam lagi.
          “nunggu  siapa sih ?” Tanya sahabatku yang lagi duduk nyantai di atas motor di tepi jalan dekat danau. Aku yang lagi duduk menikmati suasana danau segera balik belakang menjawab pertanyaannya.
           “ada deh. Hehehe he he … tunggu yah 15 menit lagi. Please ?” pintaku dengan wajah manja karna aku yakin Amal akan menuruti segala kemauanku.
          Amal memang ada hati denganku, tapi seiring waktu dan keakraban yang semakin terjalin maka aku hanya mengganggapnya sebagai “sahabat”. Dan memang lebih cocok dengan kata itu.
           “oke deh”. Jawabnya dengan tersenyum.
Sepanjang danau begitu sedap di pandang mata. Tak ada satu pun sampah yang kulihat terapung. Jalanan dan tata kota juga terlihat rapi. Jarang sekali terlihat papan iklan ataupun spanduk-spanduk KAMPANYE di sepanjang jalannya.
Kembali aku melihat jam di ponselku. Setengah jam lebih telah berlalu. Sudahlah, aku Akhiri saja penantianku. Aku segera beranjak menuju salah satu warung di tepi danau. Amal kemudian menyusulku di belakang. Kuletakkan tas di atas kursi dan segera memesan 2 porsi Coto Pangkep yang rasanya sangat khas di bandingkan Coto Makassar ataupun Coto Je’neponto.
         “kenapa ? nggak jadi datang ?” Tanya amal yang duduk tepat di hadapanku di meja makan.
         “iya. Makan yuukkk !! udah laper nih. Kalau nggak cepat di isi bisa-bisa ngamuk.” Jawabku sambil memandang isi mangkuk. Minum teh dingin dan aku mulai mencampurkannya penambah rasa. Sedikit kecap, 2 sendok cabe tumis, perasan jeruk dan membelah ketupat yang rasa pandang.
“Wawww…Nikmatnya dunia.” Ucapku pada amal sambil tersenyum.

           %^&w6y!!dmakan)

         Duh, nggak bisa goyang nih gara-gara kekenyangan.
        “habis magrib baru kita balik ke Makassar.” Kata amal yang menuangkan air minum kedalam gelas kosong yang ada di depanku.
          “inikan baru jam 4. Jadi selama menunggu magrib kita kemana donk ?” tanyaku dengan alis sedikit berkerut . kulihat lagi jam di ponselku. Masih ada sekitar 2 jam lebih. Amal kembali mikir.
          “ayo, kamu ikut saja”
         “Kemana sih ?” tanyaku menuju motor terparkir.
         “pokoknya kamu ikut saja”. Kata Amal yang mulai menyalakan mesin motornya.

                                                                                       * * *

            Wah, keren banget !!!
Sepanjang  jalan terlihat gunung-gunung, tebing-tebing yang berwarna hijau. Semua berwarna hijau. Betul-betul pemandangan yang luar biasa. Sesekali kita melawati jalan yang di apik oleh dua tebing, kanan dan kiri berwarna hijau. Begitu sejuk dan damai batinku melewatinya. Tapi sayang baterei ponselku lowbhet total, jadinya gak bisa ngeabadikan keindahan ini. Mmm nyesal nggak di cash sebelum berangkat.
            Ah aku tak mau mengingat dia lagi. Aku akan berusaha menikmati perjalanan setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh.
            Akhirnya aku sampai di tempat yang tadi dirahasiakan amal. Di depanku nampak bangunan besar. Ternyata pabrik keramik. Meski aku tak melihat langsung pembuatan keramik tapi aku bisa lihat bahan dasar dari keramik dan tempat di perolehnya.
            Aku kembali memandang tebing-tebing tempat galian batu keramik. Tapi sampai kapan yah ? apa sampai tebing dan gunung-gunung ini rata dengan tanah ? ataukah sampai gedung-gedung di bumi dipenuhi tembok yang terbuat dari keramik. Tapi, inilah salah satu penghasil kota Pangkep. Akankah esok masih kutemui keindahan gunung-gunung dan tebing-tebing hijau ini ? Entahlah … semoga saja.
            Sehabis mengunjungi pabrik keramik , aku juga singgah di pabrik Semen Tonasa yang sangat terkenal di Indonesia. Aku hanya sampai di pintu gerbangnya saja, karena truk-truk yang berlalu-lalang mengundang banyak debu, akhirnya aku memutuskan tuk beranjak dari pabrik.
            Aku puas jalan-jalan hari ini. Dari pabrik aku balik dan pulang ke kota anging mamiri ”Makassar”.

… (tiba di Makassar) …

            Aktivitas seharian membuat badanku pegal banget. Saatnya memejamkan mata. Tapi sebelumnya aku melihat ponselku. Mmm … Sampai sekarang dia tak membalas SMSku. Akhh ngapain juga aku mengharap sesuatu yang tak pasti ?

                                                                                      ***

             Aku menginjakkan lagi kakiku di kota pangkep lagi. Tidak jauh dari lokasi Kegiatan penamatan siswa-siswi SMA Perawatan Pangkep , akan dan amal singgah tuk mengisi kampong tengah. Mmm aku pengen makan coto Pangkep dulu ah sebelum menonton pertunjukan anak-anak Tariku di atas panggung.
            Sambil menunggu pelayan warung menyajikan hidangan coto, aku mengambil ponsel yang berada di dalam tas ranselku. Mulai mengetik pesan singkat kemudian aku mengirimnya. Isinya seperti ini :

                                Assalamu Alaikum… dimanaq skrg ?
                        Kalau gak sibuk, kumohon datang satu jam lagi
                                        di gedung Islamic centre.
                    Nonton acara penamatan anak SMA Perawatan pangkep
                             Sekaligus aku pengen ketemu kamu.
                                                 …BaLaz…by dhika

                                                             ***
            Sudah satu jam tapi batang hidungnya tak muncul-muncul juga di gedung yang tak jauh dari posko KKNnya itu… dimana sih dia ? minimal balas ke’ SMSku supaya aku nggak terlalu menunggu. Hmm … udah deh lupain ajha. Jadi malas ingat dia.

            Selesai kegiatan itu aku melepas kepenatan di Taman Musafir. Duduk nyantai menikmati rindangnya pepohonan sambil meminum Jus Alfukad. Taman Musafir merupakan juga salah satu tempat yang sangat terkenal di kota Pangkep. Taman Musafir adalah tempat peristirahatan di tujukan bagi orang-orang yang sedang melakukan perjalanan jauh. Karna tempatnya yang lumayan luas, masyarakat pangkep juga sering menjadikan tempat ini sebagai tempat untuk berdiskusi. Memperbincangkan tentang kerja, kegiatan, bisnis, atau semacamnyalah. Sesekali juga nampak sekelompok remaja  SMA yang memakai seragam putih abu-abu,  Bercanda dan bermain seusai jam sekolah. Di samping taman Musafir tersedia kantin yang menyediakan aneka macam jus dan makanan yang paling cocok di nikmati sambil nyantai-nyantai di Taman Musafir ini.

            Bersandar di sebuah tembok Taman Musafir, sesekali memejamkan mata. Tugasku di kota ini telah usai. Tak disangka kalau aku sejauh ini. Hanya untuk mencari uang jajan, aku jauh-jauh datang dari Makassar sebagai pelatih TARI. Walau telasa lelah tapi ada kepuasan tersendiri yang aku rasakan. Ternyata begini rasanya jadi anak mandiri. Mencari penghasilan sendiri. Slama ini tak hentinya aku menyusahkan orangtua dengan meminta uang jajan lalu belanja sepuasnya. Tanpa aku sadar betapa susahnya orangtuaku mencari uang. Mmm,,, bawa oleh-oleh apa yah tuk aku bawa pulang? Mmm …(sambil mikir).

            Tiba-tiba ponselku bordering. Sebuah pesan singkat yang berisi :

                                                       “Maaf yah, aku gak balas SMSmu.
                                                                        tadi aku ketiduran
                                                                    jadi gak sempat ke sana.”

           Dengan sedikit rasa kecewa, “aku sebaiknya mengetes dia”. Cuma pengen tau sebarapa pentingnya aku bagi dia. Aku curiga kalau aku hanya di jadiin pelariannya dikala sepi menghantuinya… aku kemudian membalas SMS itu.

                                                                           “iya gak apa2.
                                                   Tanpa banyak alasan aku tunggu kamu
                                                  Di Taman Musafir dalam waktu 20 menit
                                                                         Dari sekarang.”

            “amal, tunggu dulu yah ? 20 menit ajha. Please…” pintaku.
            “iya adik”. Jawabnya sambil memasang wajah keherangan.
“nggak usah curiga gitu deh. Iya, aku lagi janjian sama seseorang. Nggak lama kok, aku cuma mau ngetes dia.”

5 menit …
10 menit …
“tunggu siapa sih dik ?” tanya Amal.
“ada deh”. Jawabku dengan melihat jam ponselku.
19 menit …
26 menit …
Dan 30 menit tlah berlalu …
“amal, yuk kita cabut dari tempat ini”. Kataku dengan menarik tangan amal.
“Tapi kita kemana ?”
“kemana kek, terserah. Pokoknya tempat yang ada jurangnya.”
“wahhh (terbahak-bahak)… jangan gila dong. Hehehehe…”. Kata amal dengan ekspresi kaget sambil memegang kepalaku.
“yah nggaklah. Emang aku cewek bodoh”.

           Kali ini aku dan amal akan mengunjungi LEANG KASSI’. Sepanjang jalan aku menikmati perbukitan yang ada di sebelah kiri dan persawahan di sebelah kananku. Sesampainya di lokasi, kolam permandianlah yang terlebih dahulu di temui sebelum gua Leang Kassi’. Permandian itu berasal dari mata air di perut gunung dan akar-akar pohon. Cukup jernih sih dan airnya lumayan dingin. Aku hanya membasuh wajahku dengan air itu lalu segera naik melintasi batu gunung untuk menuju sebuah gua.
         Leang kassi’ berada di kaki perbukitan. Lebar dan tinggi mulut gua masing-masing 24 meter dan 30 meter. Aku sempat menengok masuk kedalam gua itu. Sebagian besar lantai gua tertutup oleh bongkahan-bongkahan batu. Mungkin akibat runtuhnya langi-langit gua.
Karena aku penakut, dengan terburu-buru aku keluar dari mulut gua Leang Kassi’. Aku hanya membaca keterangan yang terpajang di sekitar gua Leang Kassi’. Di situ tertulis “Temuan Arkheologi yang terdapat pada leang ini terdiri atas lukisan di dinding gua, artefak batu berupa alat batu serpih, bilah & tatal, serta sampah dapur berupa cangkang Mollusca dan anthropoda serta tulang binatang”.
          Hmmm pengen masuk sih tapi di dalam menyaramkan bagiku. Aku kemudian memanjat batu gunung yang tidak terlalu terjal di sampang kiri dari pintu masuk gua. Sesekali Amal teriak tuk memperingati aku agar berhati-hati… aku tersenyum pada amal dan mulai mengukir 5 huruf pada dinding tebing.

Aku mengukir huruf   I   R   J   A   N

“siapa dia ?”. tanya amal.
Irjan. Anak jurusan Matematika di kampus. Meski kami seangkatan tapi di kampus kami beda jurusan. Yah, dialah rinduku yang tak kutemui di kota ini. Namanya ku ukir hanya tuk mengabadikan seenggok kerinduan. Mungkin saja esok ukiran itu akan berlumut, dan semoga saja tertutup. Sehingga aku tak lagi menanti rindu sampai menemui muaranya.

Maaf, aku mengukir namamu. Mungkin ku salah namun rinduku padamu adalah sebuah kebenaran yang tulus. Meski aku tak pernah tau, ada tidaknya keberadaan rindu itu di hatimu. Meski ku tak pernah tau, kau merindukan siapa.

Maaf, aku mengukir namamu pada biasan langit. Mungkin kusalah tapi rinduku adalah sebuah kekuatan sekaligus penyiksaan. Rindu yang terdiam seperti keinginan memetik bintang namun aku tak punya tangga setinggi langit.

Maaf, aku mengukir namamu pada desah angin. Mungkin kusalah tapi rinduku adalah gemuruh yang terkungkung dalam ruang kosong. Memporandakan pikiran dan tanpa sadar semua ruang telah terpenuhi oleh bayangmu.
Sekali lagi, MAAF AKU MENGUKIR NAMAMU …




                                                                           Makassar, 17 Agustus 2011