Selasa, 17 Mei 2011

Melodi Cinta Violin

  16 Mei 2011 jam 22:19
Karya : Andhika Fajar



Alunan melodi yang sangat indah. Aku menoleh disetiap sudut ruangan, di sela taman-taman yang dedauannnya  sudah makin lebat. Dengan harap menemukan sumber suara itu. Kucari dan terus kucari dengan langkah yang sendu. Aku merasakan adanya makna kesedihan. Aku tau siapa yang memainkan alunkan melodi tersebut.

Tampak dari kejauhan, kulihat ia sedang menyendiri di sudut kesunyian. Namanya Alan, kakak seniorku di kampus UMM. Sekaligus juniorku di lembaga seni IPASS. Ia memainkan biolanya seakan penuh amarah. Aku tak mendekatinya. Aku hanya mengamati senyumnya yang mulai padam. Sejak aku mengatakan, “maaf, aku tak bisa mencintaimu”.

Sejak saat itu hanya ada wajah-wajah sunyi di harinya. Meski dulu kami sempat menjadi sepasang merpati yang terbang mencari singgahsana terindah. Namun aku terpenjara oleh bayang kekasih masa lalu yang masih menghantuiku dan satu nama yang masih terukir dalam memoriku.  Aku terpaksa harus mengakhiri kebahagiaannya. Aku tak ingin tumbuh dan hidup diantara kegersangan yang masih membayangkan sejuknya kenangan.

Aku sadar aku memang jahat. Datang dikehidupannya lalu pergi dengan egoisnya. Semula aku mengira dengan semua kepribadiannya yang begitu baik, aku bisa belajar mencintainya dan bisa melupakan dia yang telah membuangku disudut-sudut malam.

Ternyata tak semudah itu. 6 bulan aku belajar dengan tulus mencintainya tapi terasa sangat sulit. Aku juga tak mau membohongi perasaanku dan perasaannya. Bahwa yang ada di hatiku bukanlah dia tapi orang lain.

“Puas ?... sudah puas menyakiti hatinya ?  Tanya itu muncul dari belakangku. Akupun menoleh. Ternyata dia salah satu seniorku di IPASS (Ikatan Pemerhati Seni dan Sastra). Aku hanya sering memanggil dia dengan sebutan Daeng, dalam bahasa Makassar berarti kakak. Akupun balik bertanya, “maksudnya ?.”

“Violin, daeng bertanya sama kamu. puas kan menyakitinya ? habis manis sepah dibuang. Katanya sambil duduk di pinggiran taman.”

Aku benar-benar tidak tau maksud daeng ! tanyaku dengan duduk disampingnya.

“Oh ternyata kamu dekati dia hanya ingin di ajar main biola. Mencampakkan dia, apa itu  balasanmu ? Setelah kamu diajari sampai pintar main biola lantas kamu memutuskan hubungan dengan dia ?.”

Daeng bukan orang pertama yang mengatakan seperti itu. ehmmm… (menghembuskan nafasku dalam-dalam) Astagfirullah…kenapa sampai orang-orang berpikiran seperti itu termasuk daeng ?  tak ada sedikitpun niatku untuk seperti itu. Aku mulai serius belajar main biola setelah aku putus. Daeng, Aku berani bersumpah kalau aku dekat dengan alan bukan karena biola. Terserah daeng mau berpikir tentang apa, yang jelas pernyataan daeng dan teman-teman itu sangat salah.
Aku kemudian berlari meninggalkan taman itu dengan perasaan berkecamuk. Dari kecil aku memang selalu bermimpi untuk memainkan alat musik biola, tiap malam aku bermimpi menyentuh biola tapi aku tak mungkin mengunakan cara seperti ini, apalagi dengan  menyakiti seseorang.

Senja kini kembali kepeluk malam. Namun aku masih ingin membelah malam-malam di pinggir jalan aspal jalan raya. Berjalan seperti tanpa arah. Langkah itu terasa sangat kosong, entahlah. Pikiranku melayang entah kemana arahnya. Lampu-lampu kota yang menetapkan jejaknya, klakson kendaraan begitu bising di telinga, asap kenalpot yang merugikan, aku muak… (teriak), aku muak, aku muak dengan semua ini.

* * *

            Tut…tut…tut…
            Assalaamu alaikum…dengan alan yah ?
            “iya, ini dengan alan. Ada apa Lin ?”
            boleh minta tolong gak ? 3 hari lagi aku mau tampil main biola di miladnya SKETSA. Aku mau pinjam biola IPASS. Boleh tidak ?. Tanyaku.
            “ohh, sebenarnya besok biola dipakai mentas di Takalar Gowa. Tapi besok aku pinjamin biolanya Karin untuk kamu pake latihan dulu. Pulang dari Takalar baru aku kasih biolanya Ipass.”
            Atau aku saja yang pergi pinjam ke Karin, kalau perlu aku sewa deh biolanya?. Tanyaku.
            “aku saja besok yang datang pinjam. Pagi-pagi tunggu saja  didepan perpust kampus.”
            Oh, yah udah. Terserah deh. Kak, makasih yah.

* * *

            Esok aku akan tampil dipementasan yang tidak hanya ditonton mahasiswa UMM tapi  tamu-tamu dari kampus Universitas lain sekitar kota Makassar juga bakal hadir. Deg-degkan sih, tapi ini bukan yang pertama kalinya aku tampil.

            Sambil menggendong tas biola, aku menuju tempat latihan. Namun sebelumnya aku pemanasan dulu biar tidak terlalu tegang.

            “Ulfa, boleh minta tolong tidak ? tuk jagain biola ini sampai aku selesai olahtubuh ? please, soalnya disini tidak ada siapa-siapa yang bisa dimintai tolong selain kamu.”
            “Yah udah, sini biolanya !.” Kata ulfa.
            Jagain yah ? pintaku
            “Iya…”.

            Belum selesai olahtubuh, aku dihentikan oleh sebuah kejadian yang tak pernah kusangka sebelumnya. Teman yang sudah kuanggap sebagai saudaraku di Ipass sekaligus pacar Karin membawa biola itu pergi tanpa sepengetahuanku terlebih dahulu, setidaknya ia menemui aku sebelumnya karena aku juga ada ditempat. Mengingat kalau besok aku sudah tampil dan aku belum pernah latihan. emosiku seketika  membludak, meluap tak tertahankan. Apalagi menatap perlakuan pacar Karin yang sama skali tidak menghargaiku.

Aku kemudian mengirimkan pesan singkat dari handphone. Dan kami bertengkar hebat didalam SMS itu. Aku akui kalau pernyataanku dalam SMS itu terdengar kasar, tapi itu adalah sebuah kenyataan pahit yang bercampur dengan luapan emosi. Aku sama skali tidak dihargai. Padahal aku hanya ingin tau dimana letak kesalahanku. Mengapa biola itu dibawanya lari.

                                                                 ((((((((((((( B E R S A M B U N G ))))))))))))))))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar